Monday, October 30, 2017

Penyebab Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
  1. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
  2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat dijelaskan secara lebih rinci sebab terjadinya perilaku menyimpang. Berikut adalah sebab-sebab terjadinya perilaku menyimpang:
  1. Perbedaan status (kesenjangan) sosial antara si kaya dan si miskin yang sangat mencolok mengakibatkan timbulnya rasa iri dan dengki sehingga terjadilah pencurian dan saling ejek.
  2. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Karena ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan kedalam kepribadiannya maka seorang individu tidak mampu membedakan perilaku yang pantas dan perilaku yang tidak pantas bagi masyarakat di sekitarnya.
  3. Sikap mental yang tidak sehat membuat orang tidak pernah merasa bersalah atau menyesali perilakunya yang dianggap menyimpang.
  4. Kriminolog Italia Cesare Lombroso berpendapat bahwa orang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan-tangan, jari-jari kaki serta tangan relatif besar, dan susunan gigi yang abnormal.
  5. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu dapat membuat seseorang ingin meniru tokoh yang ada di tayangan tersebut walaupun itu adalah termasuk perilaku menyimpang.
  6. Penyimpangan karena hasil proses sosialisasi subkebudayaan menyimpang. Subkebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang bertentangan dengan tata tertib masyarakat.
  7. Lingkungan pergaulan sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku seseorang. Biasanya orang akan mengikuti dan beradaptasi dengan lingkungan pergaulannya walaupun itu sudah termasuk perilaku menyimpang.
  8. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang.
  9. Banyaknya pemuda yang putus sekolah menyebabkan hilangnya kesempatan untuk mencari kerja. Akibatnya mereka harus menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang walaupun itu termasuk perilaku menyimpang seperti mengemis atau mencuri.
  10. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya mengidentifikasi diri dengan kelompokyang paling dihargainya. Dalam hubungan ini individu akan memperoleh pola-pola sikap dari perilaku kelopoknya. Jika perlaku kelompok tersebut menyimpang maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang.
  11. Ketidakharmonisan keluarga memicu stres terutama pada anak remaja. Mereka menjadi semakin labil karena tidak mendapat perhatian dari orangtuanya.
  12. Mencari perhatian juga menjadi sebab terjadinya perilaku menyimpang. Kemungkinan itu disebabkan oleh kurangnya perhatian dari orangtua dan gurunya sehingga dia selalu berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain walaupun itu menyimpang.
  13. Dorongan ekonomi biasanya menjadi faktor utama untuk melakukan suatu perilaku menyimpang. Contoh adalah seperti orang yang mencuri karena terdesak dengan kebutuhan pokoknya yang tidak terpenuhi.
  14. Kegagalan dalam proses sosialisasi. Keluarga inti maupun keluarga luas bertanggung jawab terhadap penanaman nilai dan norma pada anak. Kegagalan proses pendidikan dalam keluarga menyebabkan terjadinya penyimpangan.
  15. Labelling. Faktor pelabelan pertama kali di ungkapkan oleh Edwin M. Lemert dalam teori pelabelan. Menurutnya seseorang melakukan perilaku menyimpang diberi cap (label negatif) oleh masyarakat.

Perilaku Menyimpang


Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.

Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.

Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1.  Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).

2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat dijelaskan secara lebih rinci sebab terjadinya perilaku menyimpang. Berikut adalah sebab-sebab terjadinya perilaku menyimpang:

1.  Perbedaan status (kesenjangan) sosial antara si kaya dan si miskin yang sangat mencolok mengakibatkan timbulnya rasa iri dan dengki sehingga terjadilah pencurian dan saling ejek.


2.  Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Karena ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan kedalam kepribadiannya maka seorang individu tidak mampu membedakan perilaku yang pantas dan perilaku yang tidak pantas bagi masyarakat di sekitarnya.

3. Sikap mental yang tidak sehat membuat orang tidak pernah merasa bersalah atau menyesali perilakunya yang dianggap menyimpang.

4.  Kriminolog Italia Cesare Lombroso berpendapat bahwa orang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan-tangan, jari-jari kaki serta tangan relatif besar, dan susunan gigi yang abnormal.


5. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu dapat membuat seseorang ingin meniru tokoh yang ada di tayangan tersebut walaupun itu adalah termasuk perilaku menyimpang.

6.  Penyimpangan karena hasil proses sosialisasi subkebudayaan menyimpang. Subkebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang bertentangan dengan tata tertib masyarakat.

7.  Lingkungan pergaulan sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku seseorang. Biasanya orang akan mengikuti dan beradaptasi dengan lingkungan pergaulannya walaupun itu sudah termasuk perilaku menyimpang.

8. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang.

9. Banyaknya pemuda yang putus sekolah menyebabkan hilangnya kesempatan untuk mencari kerja. Akibatnya mereka harus menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang walaupun itu termasuk perilaku menyimpang seperti mengemis atau mencuri.
Add caption


10.  Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya mengidentifikasi diri dengan kelompokyang paling dihargainya. Dalam hubungan ini individu akan memperoleh pola-pola sikap dari perilaku kelopoknya. Jika perlaku kelompok tersebut menyimpang maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang.

11. Ketidakharmonisan keluarga memicu stres terutama pada anak remaja. Mereka menjadi semakin labil karena tidak mendapat perhatian dari orangtuanya.

12. Mencari perhatian juga menjadi sebab terjadinya perilaku menyimpang. Kemungkinan itu disebabkan oleh kurangnya perhatian dari orangtua dan gurunya sehingga dia selalu berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain walaupun itu menyimpang.

13. Dorongan ekonomi biasanya menjadi faktor utama untuk melakukan suatu perilaku menyimpang. Contoh adalah seperti orang yang mencuri karena terdesak dengan kebutuhan pokoknya yang tidak terpenuhi.

14.  Kegagalan dalam proses sosialisasi. Keluarga inti maupun keluarga luas bertanggung jawab terhadap penanaman nilai dan norma pada anak. Kegagalan proses pendidikan dalam keluarga menyebabkan terjadinya penyimpangan.

15. Labelling. Faktor pelabelan pertama kali di ungkapkan oleh Edwin M. Lemert dalam teori pelabelan. Menurutnya seseorang melakukan perilaku menyimpang diberi cap (label negatif) oleh masyarakat.


Dampak Perilaku Penyimpangan Sosial

Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan membawa dampak bagi pelaku maupun bagi kehidupan masyarakat pada umumnya.

1. Dampak Penyimpangan sosial Bagi Pelaku

       Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang individu akan memberikan dampak bagi si pelaku. Berikut ini beberapa dampak tersebut.

       a.    Memberikan pengaruh psikologis atau penderitaan kejiwaan serta tekanan mental terhadap pelaku karena akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau dijauhi dari pergaulan.

      b.    Dapat menghancurkan masa depan pelaku penyimpangan.

      c.    Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan dosa.

      d.    Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.

2.Dampak Penyimpangan sosial Bagi Orang Lain/Kehidupan Masyarakat

      Perilaku penyimpangan juga membawa dampak bagi orang lain atau kehidupan masyarakat pada umumnya. Beberapa di antaranya adalah meliputi hal-hal berikut ini.

      a.    Dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan ketidakharmonisan dalam masyarakat.

      b.    Merusak tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku di masyarakat.

       c.    Menimbulkan beban sosial, psikologis, dan ekonomi bagi keluarga pelaku.

      d.    Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.

3. Dampak positif yang ditimbulkan akibat perilaku penyimpangan sosial

       Menurut pandangan umum, perilaku menyimpang dianggap merugikan masyarakat baik terhadap pelaku maupun terhadap orang lain pada umumnya adalah bersifat negatif.

       Akan tetapi, menurut Emile Durkheim, perilaku menyimpang juga memilikikontribusi positif bagi kehidupan masyarakat.

       Beberapa kontribusi penting dari perilaku menyimpang yang bersifat positif bagi masyarakat meliputi hal-hal berikut ini.

      a.    Perilaku menyimpang memperkokoh nilai-nilai dan norma dalam masyarakat.

           Bahwa setiap perbuatan baik merupakan lawan dari perbuatan yang tidak baik. Dapat dikatakan bahwa tidak akan ada kebaikan tanpa ada ketidak-baikan. Oleh karena itu perilaku penyimpangan diperlukan untuk semakin menguatkan moral masyarakat.

      b.    Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan memperjelas batas moral.

           Dengan dikatakan seseorang berperilaku menyimpang, berarti masyarakat mengetahui kejelasan mengenai apa yang dianggap benar dan apa yang dianggap salah.

      c.    Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan menumbuhkan kesatuan masyarakat.

           Setiap ada perilaku penyimpangan masyarakat pada umumnya secara bersama-sama akan menindak para pelaku penyimpangan. Hal tersebut menegaskan bahwa ikatan moral akan mempersatukan masyarakat.

      d.    Perilaku menyimpang mendorong terjadinya perubahan sosial.

           Para pelaku penyimpangan senantiasa menekan batas moral masyarakat, berusaha memberikan alternatif baru terhadap kondisi masyarakat dan mendorong berlangsungnya perubahan.

       Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perilaku menyimpang yang terjadi saat ini akan menjadi moralitas baru bagi masyarakat di masa depan.

Memahami Karakter Anak



Perubahan Perilaku 
 
Memahami karakter anak memang terkadang begitu sulit bahkan kita seringkali tidak mampu melakukannya. Kebanyakan kita bahkan dibuat bingung oleh anak sehingga mereka enggan membagi banyak hal misalnya cerita di sekolah, masalah mereka, hingga cerita-cerita yang biasa kepada kita sebagai orang tua. Ketika anak mulai tidak nyaman berbicara dengan kita, mungkin itu berarti kita belum mampu mendapatkan kepercayaan dan memahami karakter anak itu sendiri. Untungnya, kami memberikan beberapa tips memahami karakter anak yang bisa anda coba di rumah.
1. Mendengarkan anak anda dengan baik
Jangan mendengarkan anak sebagai syarat saja, namun dengarkan dengan baik, berikan respon, dan pikirkan penyelesaiannya jika anak mempunyai masalah. Banyak orang tua yang menganggap cerita anak mereka tidak penting dan hanya mendengarkan sebagai symbol atau syarat saja. Sementara itu, anak mengetahui bahwa mereka tidak didengarkan dan mulai menjauh dari orang tua. Ketika hal ini terjadi, maka orang tua sudah mengambil langkah salah untuk memahami seorang anak.
2. Berusaha memahami tipe emosional anak
Misalkan, anak anda merupakan anak yang tidak sabaran, namun sebenarnya ia bisa lebih sabar apabila diberi pengertian dengan baik. Oleh karena itu, pahami tipe emosional anak dan jangan berikan amarah atau tindak kekerasan ketika anak telah menyentuh sisi negatif dari emosinya. Berikan ia pengertian atau cari cara lain agar emosi anak tidak bertambah buruk dari waktu ke waktu.
3. Interogasi anak dengan baik
Beberapa orang tua cenderung buru-buru dan tidak sabaran ketika mereka menemukan suatu kejanggalan dan ingin mendapatkan fakta mengenai hal tersebut dari anak. jika anda melakukan interogasi dengan konsep berkata keras, memaksa, dan bahkan memukul. Maka anak akan berbohong kepada anda, serta konsep memahami karakter anak bisa pupus. Interogasi anak dengan lembut, buat ia mengatakan hal yang sebenarnya, dan ketahui bagaimana anak tersebut mampu menceritakan hal-hal yang sangat rahasia kepada anda. jika hal itu terjadi, maka anda telah memahami karakter anak dan siap untuk mendidiknya menjadi lebih baik.
Kunci dalam pendidikan karakter agar karakter anak bisa tumbuh dan berkembang maksimal, ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih. Yaitu:
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima.
3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang atau dewasa. Inilah ciri-ciri karakter tersebut :
1. Susah diatur dan diajak kerja sama.
Hal yang paling nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
2. Kurang terbuka pada pada orang tua.
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
3. Menanggapi negatif.
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
4. Menarik diri.
Saat anak terbiasa dan sering menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
5. Menolak kenyataan.
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama dah kasih contoh berulang-ulang”.
6. Menjadi pelawak.
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah



Jangan lupa juga baca teori-teori membaca di Rumah Belajar Sederhana

Kesimpulan
Kunci utama keberhasilan dalam membangun karakter positif pada anak adalah keteladanan dimana orang tua harus menjadi orang yang memiliki karakter positif. Perbuatan dan amal baik ini bukan hanya menjadi contoh nyata bagi anak tentang bagaimana karakter positif terwujudkan dalam segala sikap, perkataan dan perbuatan kita, tetapi juga menjadi penyemangat sekaligus untuk memudahkan anak kita dalam proses tumbuh kembangnya.
Pembentukan karakter adalah sebuah perjalanan panjang dalam mendidik anak, hasilnya mungkin baru dapat kita lihat setelah proses berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Tidak pernah ada satu ‘resep’ mujarab yang dapat menjawab semua permasalahan dalam menanamkan karakter positif pada anak. Kesediaan untuk selalu belajar dan memperbaiki diri yang didasari kesadaran untuk menjadi teladan dan contoh yang baik bagi anak-anak kita adalah kunci keberhasilannya. Semoga kita selalu diberi kesabaran dan kemudahan untuk terus berjuang mendidik generasi mendatang untuk menjadi manusia yang berkualitas dan berkarakter mulia.

PENTINGKAH PENDIDIKAN DITANAMKAN LEBIH AWAL???



Pendidikan yang perlu di tanamkan kepada anak sejak awal adalah:

1. Pendidikan keagamaan
Ini adalah hal yang utama perlu ditekankan pada seorang anak ; seorang anak perlu tahu siapa Tuhannya, cara beribadah, dan bagaimana memohon berkat dan mengucap syukur. Tunjukkan buku, gambar, dan cerita-cerita yang bisa menginspirasi si anak yang berhubungan dengan keagamaan tersebut. Jika memungkinkan, ajak anak anda untuk ikut ke tempat ibadah bersama. Semakin dini kita menanamkan hal ini pada seorang anak, akan semakin kuat ahlak dan keyakinan akan Tuhan di dalam diri anak kita.

2. Kualitas input yang diterima
Seorang anak pada usia dibawah 10 tahun belum mempunyai fondasi yang kuat dalam prinsip hidup, cara berpikir, dan tingkah laku. Artinya, semua hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan olehnya selama masa pertumbuhan tersebut akan diserap semuanya oleh pikiran dan dijadikan sebagai dasar atau prinsip dalam hidupnya. Adalah tugas orang tua untuk memilah dan menentukan, input-input mana saja yang perlu dimasukkan,dan mana yang perlu dihindarkan. Menonton televisi misalnya, tidak semua acara itu bagus. Demikian juga dengan membaca majalah, menonton film, mendengarkan radio, dan sebagainya.

Untuk materi  bahasa Indonesia bisakunjungi di Rumah Belajar Sederhana

3. Anak adalah peniru yang baik
Ada istilah Monkey see, Monkey Do ; artinya seekor monyet biasanya akan bertindak berdasarkan apa yang telah dilihatnya. Demikian pula seorang anak. Anak perlu figur seorang tokoh yang dikagumi, yang akan ditiru di dalam tindakan sehari-harinya. Pilihan utamanya biasanya akan jatuh pada orang tua. Dan seorang anak akan lebih percaya pada apa yang dilihat daripada apa yang dikatakan orang tua. Jadi saat orang tua mengatakan satu nasehat, misalnya jangan tidur malam-malam,tapi orang tuanya sendiri selalu bekerja sampai larut malam, jelas ini bukan cara mendidik yang baik. Ajarkan sesuatu melalui contoh, dengan tindakan kita sendiri, akan membuat anak meniru dan mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan dan karakter di dalam pertumbuhannya.

4. No Pain No Gain
Apa yang akan anda lakukan sebagai orang tua apabila anak anda merengek-rengek, bahkan menangis minta dibelikan sebuah mainan ? Ada dua jenis jawaban yang biasanya saya lihat. Jenis orang tua yang pertama biasanya akan langsung membelikan mainan tersebut agar si anak bisa langsung diam dari tangisannya, dan tidak merepotkan orang tuanya. Dalam jangka panjang, sikap seperti ini akan membuat anak mempunyai karakter yang lemah, kurang tangguh, karena sudah dibiasakan diberiapa yang diinginkannya. Jenis orang tua yang kedua, biasanya akan menolak permintaan si anak dengan tegas, mungkin sambil memarahi atau mencuekkan begitu saja. Dalam jangka panjang, si anak akan mempunyai sifat yang acuh, kurang peduli dengan dirinya sendiri, kalau ditanya apa cita-cita atau keinginannya biasanya akan dijawab tidak tahu. Nah, anda sebagai orang tua bisa mencoba menambahkan alternatif pilihan ketiga, yaitu gabungan dari keduanya. Saya mengistilahkan gabungan ini dengan No Pain No Gain. Jadi saat seorang anak meminta sesuatu misalnya, kita bisa memberikannya dengan syarat tertentu. Contoh,seorang anak minta mainan pada kita sebagai orang tuanya, maka kita bisa mensyaratkan ha-hal tertentu sebagai `kerja keras’ yang harus dilakukan. Misalnya, si anak harus membantu si ayah mencuci mobil selama sebulan, atau membantu ibu membuang sampah setiap hari, baru kemudian si anak mendapatkan mainan tersebut. System No Pain No Gain ini dalam jangka panjang akan membentuk karakter yang kuat dan tangguh dari si anak, karena mereka sejak kecil sudah dibiasakan harus bekerja dulu baru mendapatkan hasil.

5. Tiga perilaku dasar dalam berkomunikasi
Sejak kecil, seorang anak perlu dididik tiga perilaku dasar dalam komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Pertama adalah harus belajar mengucapkan “terima kasih” kepada siapa saja yang sudah memberikan sesuatu kepadanya, kedua adalah harus belajar mengucapkan kata “tolong” apabila ingin meminta bantuan kepada orang di sekitarnya, dan ketiga adalah belajar mengucapkan kata “maaf” apabila memang bersalah. Kelihatannya memang sederhana, tapi coba lihat, berapa banyak orang yang merasa dirinya sudah dewasa yang terbiasa mengucapkan kata-kata tersebut ? Kalau anak kita sudah terbiasa mengucapkannya sejak kecil, perilakunya akan lebih menghargai orang lain. Karakter, kepribadian, dan kualitas seorang anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan input yang diterimanya dari orang tua. Bila orang tua kurang memberikan bimbingan ini secara maksimal, maka peran ini akan diambil alih oleh lingkungan, yang mana bisa memberikan berbagai macam input yang lebih banyak negatifnya daripada positifnya.